06 Februari 2008

Media Indonesia, editorialnya dicek dulu ya faktanya

Koran Media Indonesia hari ini mengatakan dalam editorialnya - di dunia ini hanya Indonesia yang mengharuskan Presiden yang ingin menunjuk Duta Besar untuk mendapatkan persetujuan DPR. Lalu ini dihubungkan ke bagaimana "berat di parlementer"nya sistem presidensial kita. Ini quote persisnya: "Sekarang pusat kekuasaan pindah dari Istana Negara ke Senayan. Bergeser dari Presiden kepada DPR. Meski negara tetap menganut sistem presidensial, praktiknya memberat ke sistem parlementer. Contoh, hanya untuk menunjuk seorang duta besar, Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR. Di seluruh dunia, kiranya hal itu hanya terjadi di negara ini." (cetak tebal saya tambahkan)

Hmmm... heran saya bisa salah besar koran yang agak terkenal sekelas Media Indonesia. Tidak perlu jauh-jauh cari negara yang tidak terkenal. Di Amerika Serikat yang mbahnya sistem presidensial, untuk presiden AS mengangkat pejabat eksekutifnya, seperti menteri, pentolan2 militer, dan tentunya... dubes... harus konfirmasi dari Senat. Kalau mau dicek, bisa dilihat di konstitusi AS, tepatnya Artikel 2 pasal 2.

Caranya, Presiden AS menominasikan calon pejabatnya, lalu akan ada hearing Senat di komisi yang terkait, lalu di komisi tersebut di voting, kalau lolos mayoritas, di voting di paripurna Senat.

Saya kira kadar kekuasaan DPR di Indonesia dihadapan Presiden RI, masih jauh jauh kalah dibanding kekuasaan Congress AS dihadapan Presiden AS, yang notabene sistem pemerintahannya adalah presidensial.

Memang lebih besar dari jaman Orde Baru, tapi kekuasaan DPR sekarang, masih terlalu kecil dibanding institusi-institusi serupa di negara lain. Tentu saja, kekuasaan yang ada sekarang ini belum dilaksanakan dengan baik, karena isi dari institusi ini, mayoritas, masih diisi oleh orang-orang yang tidak mengerti, atau tidak mau mengerti, atau lebih mementingkan kepentingan diri sendiri/partai, dibanding konstituen. Tapi ini tentunya topik lain yang sangat panjang...

Tidak ada komentar: