15 Februari 2008

Posisi Utang Luar Negeri Pemerintah

Posisi utang luar negeri Pemerintah per Juni 2007: USD 59,0 miliar. Ini turun dari USD 62.0 miliar pada tahun 2006. (Data dari Nota Keuangan & RAPBN 2008, Boks VI.1)

Ayo Pemerintah, semangat tinggi turunkan utang luar negeri!! Kalau meminjam uang, dari dalam negeri saja, pinjam ke rakyat, rakyat bisa pinjamkan kok. Dari surat berharga, rencananya bisa dapat Rp 91 miliar, dan Rp 16 miliar dari jumlah tersebut untuk nyicil utang luar negeri.

Kalau bisa, tahun depan pembayaran cicilan utang LN tersebut sampai Rp 30 - 40 miliar, supaya kita makin mandiri!

10 Februari 2008

Valet Parking di Senayan City Tidak Bertanggung Jawab

Kemarin waktu ke Senayan City, saya mencoba layanan valet parking. Pertimbangannya, parkiran terlihat ramai dan mungkin akan lama kalau mencari parkir sendiri. Mobil dititipkan ke petugas valet, sebagai gantinya diberikan tiket valet yang terbuat dari kertas. Nanti, kalau sudah mau pulang, tiket tersebut diberikan ke counter valet, bayar untuk layanan ini, lalu salah satu petugas akan mengambil mobil, dan biasanya mereka mengharapkan tips, seperti ditulis di tiket valet (lihat gambar dibawah).

Untungnya, kemarin tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kehilangan barang-barang, kerusakan mobil, atau mobil dibawah kabur. Tapi, seperti yang jelas tertera pada tiket valet, mereka tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan!!

Tampak depan:












Tampak belakang:



Nah, bisa dilihat di bagian belakang, yg bahasa Indonesia, bahwa mereka "tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat kerusakan atau kehilangan kendaraan berikut isinya..."

Sedangkan yang di bahasa Inggris, saya terus terang sulit mengertinya, karena bahasa Inggrisnya kelihatannya ditulis oleh orang yang sama sekali tidak mengerti bahasa Inggris!! (Atau anak SD yang baru belajar??) Yang jelas kalau anda mengerti bahasa Inggris, kemungkinan anda akan tertawa terbahak-bahak, atau gemes, atau mengurut dada, atau langsung timbul rasa iba... ternyata masih ada di dunia ini orang yang dipaksa menulis dalam suatu bahasa yang tidak dimengertinya...

Kembali ke layanan valet, pertanyaan saya, tanggung jawab nya mereka apa?? Uang Rp 20.000 yang dibebankan untuk layanan ini, untuk apa? Bisa saja mereka bawa kabur mobil pelanggan, lalu dengan santai bilang: "Kami tidak bertanggung jawab atas kehilangannya Pak. Kan sudah ditulis di tiket. Lagian salah sendiri Bapak malas parkir sendiri."

Ah, betapa enaknya hidup di Indonesia. Bagaimana kalau kita semua buka perusahaan valet, lalu tinggal ambil mobil-mobil yang dititipkan dan dibawa kabur. Mudah sekali cari penghasilan...

Atau, kita berhenti memakai layanan valet, demi keamanan sendiri. Apalagi ada selentingan bahwa sebagian perusahaan valet bekerja sama dengan polisi (tentunya oknum, bukan institusi Kepolisian), jadi waktu mobil dititipkan, diisi barang-barang haram, lalu setelah mobil dikembalikan, tak jauh dari situ ada razia barang-barang haram. Seram...


Info tambahan, layanan valet parking di Senayan City disediakan oleh:
Le Gong Valet Parking Service
Jl. Abdul Majid Raya No. 33 Jakarta 12410
Telp / Fax: (021) 765 5986

Barangkali anda ingin mengkonfirmasikan sendiri, kalau saya sih terus terang agak malas. Atau barangkali anda ingin menawarkan les bahasa Inggris...

07 Februari 2008

Restrukturisasi PLN

Belakangan ini terjadi polemik mengenai restrukturisasi PLN yang diamanatkan RUPS PLN, namun ditentang oleh Serikat Pekerja (SP) PLN. Kata SP PLN, itu hanya akal-akalan yang ujungnya untuk "menjual aset negara". Lalu mereka mengancam memadamkan listrik.

Begini arogannya ini SP? Petantang-petenteng mengancam memadamkan listrik? Listrik dimana yang dipadamkan? Di airport? Atau di klinik-klinik? Kantor polisi? Kantor pemadam kebakaran? Atau "hanya" rumah-rumah warga? (yang mungkin tidak penting dimata SP?)

Ngomong-ngomong restrukturisasi, saya rasa sebenarnya itu langkah yang cukup bagus, walaupun belum tuntas. (Tapi baru segitu saja sudah ditentang habis-habisan...)

Jadi rencananya (yang sementara ini jadinya gagal), unit-unit/anak-anak usahanya akan di spin off menjadi anak perusahaan. Dan yang seperti Indonesia Power, akan dilepas sebagian sahamnya agar menjadi perusahaan publik.

Kalau menurut saya, semua anak usaha harus jadi terpisah dan menjadi perusahaan publik.

Oooh, menjadi perusahaan publik? Tentunya mimpi sangat buruk bagi karyawan dan direksi... kinerja mereka akan terlihat!! Kinerja yang baik atau buruk, akan terlihat di koran melalui laporan keuangan!! Dan mungkin karyawan2 harus mulai kerja keras!! Betapa buruknya... hal-hal seperti inefisiensi bakal ketahuan oleh publik, benar-benar mimpi buruk...

Sebenarnya bentuk paling ideal dari BUMN pada umumnya adalah perusahaan publik. Jadi barangkali 60% pemerintah, 40% publik. Dengan begitu, masyarakat bisa melihat dan mungkin mudah2an nantinya mengkontrol atau paling tidak mengkritisi kinerja perusahaan tersebut. Akan susah untuk bermain-main di belakang layar, karena data-data akan dipublikasikan dan yang namanya direksi, ya harus benar-benar bertanggung jawab.

Khusus PLN sebagai penyedia utilitas (listrik), harusnya pemerintah disitu adalah pemerintah daerah. Jadi seperti yg sekarang ini PLN Distribusi Jawa Timur, misalnya, rasanya lebih masuk akal kalau Pemprov Jawa Timur yang menguasai mayoritas kepemilikan, sejalan dengan prinsip otonomi daerah.

Masing-masing daerah memiliki keunikan sendiri dan ini termasuk hal-hal yang berkaitan dengan penyediaan listriknya. Tentunya kepala daerah yang (harusnya) lebih menguasai ini dan dalam era pilkada, bertanggung jawab kepada rakyatnya yang memilih. Jadi kalau listrik tidak beres, kepala daerah bisa "diminta pertanggungjawabannya" pada pilkada mendatang dengan tidak dipilih, karena pada waktu menjabat, ia memiliki kontrol terhadap PT PLN setempat.

Kalau sekarang, mana bisa rakyat di kota Bojonegoro, misalnya, meminta pertanggungjawaban Direksi PT PLN di Jakarta... jauh banget... paling banter nulis surat pembaca di koran. Tapi kalau strukturnya seperti saya usulkan diatas, bukan tidak mungkin untuk kampanye tingkat grassroot yang dimulai karena ketidakpuasan atas layanan kelistrikan, menggalang cukup dukungan untuk menggoyang petinggi2 listrik di daerah setempat, karena petinggi2 listrik tersebut punya boss di pemprov, dan kepala daerahnya, dipilih melalui pilkada, dan tentunya ingin dipilih lagi...

06 Februari 2008

Pilpres Amerika Serikat

Hasil sementara Super Tuesday Primaries sebagai salah satu rangkaian proses Pilpres AS, John McCain unggul di sisi Republican dengan 615 delegates, lawan terdekatnya Mitt Romney 268 delegates, dan yang diperlukan untuk menang 1191. Kalau perkiraan saya per sekarang, McCain akan mendapatkan nominasi Republican. (Tentunya bisa saja terjadi kejutan, dan seperti kata orang Amerika: It ain't over till it's over).

Di sisi Democrats, Hillary Clinton dan Barack Obama masih bersaing ketat, jadi saya perkirakan masih akan ketat dan seru. Siapapun yang menang, tetap saja Amerika mencetak sejarah baru, dimana orang yang non laki-laki kulit putih yang menjadi kandidat presiden untuk partai besar (yang ada dua: Democrats dan Republican)

Perjalanan masih panjang sampai Pilpres bulan November nanti, kita tunggu saja. Dan benar-benar panjang, tidak seperti di Indonesia yang serba dipaksakan instan oleh regulator, seperti kampanye resmi 2-3 minggu saja. Saya benar-benar tidak mengerti kenapa harus dibatasi. Harusnya dibebaskan, mau kampanye 1 bulan, atau 4 tahun, ya harusnya sama saja, justru makin lama makin bagus karena makin dikenal oleh rakyat (dan dikenal baik dan buruknya, termasuk rakyat bisa melihat jumlah uang yang dikeluarkan).

Justru dengan cara begitulah akan terlihat siapa calon yang mulutnya seperti headline "Rakyat Merdeka", dan siapa calon yang seperti headline "Bisnis Indonesia". (Saya tidak bilang salah satu dari dua itu benar atau salah lho...)

Media Indonesia, editorialnya dicek dulu ya faktanya

Koran Media Indonesia hari ini mengatakan dalam editorialnya - di dunia ini hanya Indonesia yang mengharuskan Presiden yang ingin menunjuk Duta Besar untuk mendapatkan persetujuan DPR. Lalu ini dihubungkan ke bagaimana "berat di parlementer"nya sistem presidensial kita. Ini quote persisnya: "Sekarang pusat kekuasaan pindah dari Istana Negara ke Senayan. Bergeser dari Presiden kepada DPR. Meski negara tetap menganut sistem presidensial, praktiknya memberat ke sistem parlementer. Contoh, hanya untuk menunjuk seorang duta besar, Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR. Di seluruh dunia, kiranya hal itu hanya terjadi di negara ini." (cetak tebal saya tambahkan)

Hmmm... heran saya bisa salah besar koran yang agak terkenal sekelas Media Indonesia. Tidak perlu jauh-jauh cari negara yang tidak terkenal. Di Amerika Serikat yang mbahnya sistem presidensial, untuk presiden AS mengangkat pejabat eksekutifnya, seperti menteri, pentolan2 militer, dan tentunya... dubes... harus konfirmasi dari Senat. Kalau mau dicek, bisa dilihat di konstitusi AS, tepatnya Artikel 2 pasal 2.

Caranya, Presiden AS menominasikan calon pejabatnya, lalu akan ada hearing Senat di komisi yang terkait, lalu di komisi tersebut di voting, kalau lolos mayoritas, di voting di paripurna Senat.

Saya kira kadar kekuasaan DPR di Indonesia dihadapan Presiden RI, masih jauh jauh kalah dibanding kekuasaan Congress AS dihadapan Presiden AS, yang notabene sistem pemerintahannya adalah presidensial.

Memang lebih besar dari jaman Orde Baru, tapi kekuasaan DPR sekarang, masih terlalu kecil dibanding institusi-institusi serupa di negara lain. Tentu saja, kekuasaan yang ada sekarang ini belum dilaksanakan dengan baik, karena isi dari institusi ini, mayoritas, masih diisi oleh orang-orang yang tidak mengerti, atau tidak mau mengerti, atau lebih mementingkan kepentingan diri sendiri/partai, dibanding konstituen. Tapi ini tentunya topik lain yang sangat panjang...

Deklasifikasi dokumen rahasia

The National Security Archive mengeluarkan deklasifikasi dokumen rahasia Amerika - mengenai Soeharto - menyusul meninggalnya Presiden Indonesia kedua tersebut.

Cukup menarik, terutama mengingat berat sebelahnya media-media di Indonesia yang kesannya menyorot sisi baik Soeharto saja, dengan sisi buruk hanya disorot sedikit, itupun dengan timeframe dekat-dekat kejatuhannya saja. Sedangkan menurut dokumen-dokumen ini, bisa dilihat kecenderungan korupsi sejak awal pemerintahannya.

Ada telegram US Embassy Jakarta ke bossnya Menlu AS yang membahas masalah korupsi, telegramnya tahun 1972! Isinya baca sendiri...